Friday, June 13, 2008

Dekonstruksi Berburu Foto

Text and pictures ©Eki Qushay Akhwan
Dilarang mempublikasi ulang artikel dan foto dalam posting ini tanpa izin dari pemilik hak cipta.






Obsesi fotografer dengan hal-hal yang luar biasa sering membuat mereka lupa pada hal-hal biasa yang ada di sekitar mereka. Mereka sering meluangkan waktu khusus dan rela mengeluarkan biaya yang tidak sedikit hanya untuk sebuah perburuan yang diharapkan akan menghasilkan karya foto yang wah.

Tentu itu sah-sah saja. Kita semua – bukan hanya fotografer – memang perlu jeda dari rutinitas sehari-hari yang dapat membuat kita pelan-pelan lumpuh dan membusuk dari dalam. Namun, perburuan tidak harus selalu dibingkai dengan waktu dan biaya khusus. Fotografi sesungguhnya adalah seni melihat. Artinya, bukan objek (yang kemudian menjadi subjek foto kita) lah yang sesungguhnya indah atau wah, namun bagaimana kita melihatnya lah yang sebenarnya menentukan bagus tidaknya foto yang kita hasilkan.

Objek yang indah dan wah di tempat yang nun jauh memang menarik dan berpotensi besar untuk menghasilkan foto yang membuat penikmat foto berdecak kagum. Namun tidak semua objek yang indah akan menghasilkan foto yang indah. Semua bergantung pada bagaimana sang fotografer membingkainya ke dalam foto – bagaimana dia melihat dan menemukan elemen-elemen yang jika dikomposisikan secara jeli akan menghasilkan foto yang menggelegar. Inilah yang sering dilupakan oleh sebagaian fotografer, terutama fotografer pemula, yang sering beranggapan bahwa hanya objek yang indahlah yang akan membuat subjek foto yang indah. Mereka lupa pada esesi dasar fotografi sebagai seni melihat.

Jika kita menghayati betul fotografi sebagai seni melihat, maka seharusnya kita tidak selalu harus jauh-jauh berburu dan mencari objek foto yang secara inheren indah untuk dapat menghasilkan foto yang wah. Yang perlu dilatih adalah justru mata dan mata batin kita untuk dapat menemukan keindahan pada hal-hal biasa yang ada di sekitar kita. Inilah esensi fotografi. Inilah keahlian yang sesungguhnya harus dilatih dan dimiliki oleh seorang fotografer. Berburu foto tidak harus dimaknai sebagai kegiatan fisik, tapi kegiatan batin yang bertujuan mengasah kepekaan rasa.

Dengan mata dan mata batin yang peka, kita dapat melihat keindahan di mana-mana: di rumah, di tempat kerja, di jalanan macet yang menjengkelkan, bahkah di tempat-tempat kumuh yang sering menjijikkan bagi sebagian besar orang. Itulah yang sesungguhnya membedakan mata kita – mata fotografer – dari mata orang awam. Jika sebagai seorang fotografer atau peminat foto Anda masih menggunakan mata Anda seperti orang awam, maka jangan harap Anda akan mendapatkan foto yang indah, meskipun Anda telah pergi ke tempat yang jauh dengan biaya yang tidak kecil sekalipun.





I took this picture at a doctor's waiting room. Dreadful situation like a family member's being sick should not prevent us from seeing the beauty the word's offering us. All we need to do is open our mind's eye.





I took this picture and the picture at the top of this article at the office. An keen and observant eye should not be sored by an exhausting day at work.

1 comment:

Zainal Maon said...

Salam...
Berseni sekali gambar2 yang Eki potretkan. Tahniah kerana Allah SWT mengurniakan bakat semula jadi seni melihat dari kacamata hati nurani kepada Eki. Teruskan berseni dalam fotografi.

© Copyrights
Unless otherwise stated, the articles and photos in this blog are the copyright property of Eki Qushay Akhwan. All rights reserved. You may NOT republish any of them in any forms without prior permission in writing from Eki Qushay Akhwan.

Kecuali disebutkan secara khusus, hak cipta atas tulisan dan karya foto di dalam blog ini ada pada Eki Qushay Akhwan. Dilarang mempublikasi ulang artikel dan/atau karya foto di dalam blog ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari Eki Qushay Akhwan.