Saturday, May 24, 2008

Pelajaran Fotografi #4: Memotret Tanpa Kamera

Ditulis oleh: Eki Qushay Akhwan
© Eki Qushay Akhwan. Dilarang mempublikasi ulang artikel ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari Eki Qushay Akhwan.

Judul tulisan ini mungkin aneh. Mana mungkin memotret tanpa kamera? Tapi memang inilah fokus pelajaran keempat ini.

Banyak orang awam atau peminat pemula fotografi yang beranggapan bahwa foto-foto hebat hanya bisa dihasilkan dengan kamera dan peralatan yang canggih. Anggapan itu tidak sepenuhnya benar, karena sesungguhnya yang paling menentukan bagus tidaknya foto adalah sang fotografer, bukan alat yang dipakainya. Rahasia para fotografer hebat sebenarnya terletak pada kreatifitas mereka, atau lebih tepatnya cara mereka melihat. Kamera dan semua peralatan pendukungnya hanyalah alat yang membantu mereka mewujudkan gagasan dan merekam cara pandang mereka.

Dunia ini dinamis, kompleks, dan penuh dengan objek dan peristiwa yang sekilas bisa jadi tampak kacau balau dan membingungkan. Tentu kita tidak dapat merekam semua kerumitan itu dalam foto yang, pada wujudnya, dibatasi oleh sebentuk bingkai. Bingkai yang tidak seberapa besar inilah batas ruang ekspresi sang fotografer. Oleh karena itu, prinsip pertama yang harus diikuti dalam menciptakan foto yang bagus adalah, memilih, mengisolasi, dan menyederhanakan. Untuk dapat melakukan semua itu, seorang fotogrfer harus melatih mata (dan mata batinnya) dalam melihat dunia sekelilingnya.

Seorang fotografer yang handal mampu mengidentifikasi citraan-citraan (images) yang menarik karena dia terus-menerus mengasah kemampuan melihatnya. Dapat dikatakan bahwa, ketika dia tidak membawa kamera sekali pun, dia terus-menerus “memotret” – melihat atau mengamati segala sesuatu dengan referensi bingkai foto yang terbatas.

Untuk mengilustrasikan hal di atas, coba amati rangkaian foto-foto berikut. Suatu pagi beberapa waktu yang lalu, saya melihat seorang pedagang kue bandros di depan hotel tempat saya menginap. Foto #1 adalah gambaran kesan umum yang tampak oleh mata saya. Inilah kira-kira citraan yang dilihat oleh orang awam yang belum terlatih cara melihatnya. Bagi seorang fotografer, “penemuan” itu hanya langkah awal yang berlangsung dalam hitungan detik. Penemuan itu akan segera menggerakkan mata dan mata batinnya untuk melakukan eksplorasi, mencari dan menemukan hal-hal yang secara visual menarik. Eksplorasi itu bisa jadi membawa si fotografer pada ekspresi muka si tukang bandros, atau pada kegiatannya membuat kue bandros, atau pada peralatan yang dipakainya. Sekali lagi, semua eksplorasi itu dilakukan melalui referensi bingkai foto yang sudah tertanam dalam benaknya. Foto #2 dan #3 adalah kesan khusus yang didapatkan oleh fotografer melalui pengatan visualnya.

Jadi, bisakah kita memotret tanpa kamera? Tentu bisa! Bahkan, untuk menjadi fotografer yang handal, Anda harus melakukannya setiap saat. Pasanglah bingkai foto pada mata dan mata batin Anda, dan lihatlah dunia di sekitar Anda melalui jendela itu. Temukan apa yang menarik untuk difoto. Ingat, bingkai foto adalah ruang ekspresi yang terbatas. Oleh karena itu, Anda harus selalu mengingat tentang pentingnya memilih, mengisolasi, dan menyederhanakan subjek yang Anda lihat.

Selamat mencoba, dan nantikan pelajaran fotografi selanjutnya!

No comments:

© Copyrights
Unless otherwise stated, the articles and photos in this blog are the copyright property of Eki Qushay Akhwan. All rights reserved. You may NOT republish any of them in any forms without prior permission in writing from Eki Qushay Akhwan.

Kecuali disebutkan secara khusus, hak cipta atas tulisan dan karya foto di dalam blog ini ada pada Eki Qushay Akhwan. Dilarang mempublikasi ulang artikel dan/atau karya foto di dalam blog ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari Eki Qushay Akhwan.