Disadur oleh: Eki Qushay Akhwan
Untuk menguasai seni melihat kita harus mengembangkan kemampuan untuk terlibat secara emosional dengan apa yang kita lihat, dan belajar mengenali harmoni wujud dan bentuk serta warna yang membangkitkan emosi itu. Bagi sebagian orang, kemampuan persepsi tingkat tinggi ini mungkin sudah dibawa dari lahir. Bagi sebagian yang lain, kemampuan seperti itu perlu diajarkan.
Ada beberapa tingkatan cara melihat. Cara melihat yang paling primitif hanya “merekam” segala sesuatu yang ada di depan mata kita, persis seperti cara kerja kamera yang merekam apapun yang ada di depan lensanya. Pada tingkat ini, tidak ada keterlibatan pikiran untuk menafsirkan apa yang direkam.
Pada tingkat selanjutnya, melihat tidak hanya merekam apa yang lewat di depan mata kita, namun juga – melalui keterlibatan pikiran – mengubah apa yang tampak oleh mata itu menjadi objek-objek yang bisa dikenali, seperti rumah, pohon, orang, dan sebagainya.
Seni melihat ada pada tingkat yang lebih tinggi dari kedua tingkat di atas. Pada tingkat ini kita tidak hanya mengenali objek, tapi juga menemukan sifat objek dan melihat relasi antarobjek yang menggerakkan perasaan dan membangkitkan kepekaan estetis kita.
Ketika kita mengalami “seni melihat,” maka yang sesungguhnya terjadi adalah kita sedang menciptakan gambar/foto yang indah di dalam benak kita – tanpa kamera, tanpa kanvas.
Pengarang William Saroyan suatu ketika mengatakan ini ketika memberi pengantar pada buku koleksi Foto-Foto tentang Amerika-nya Arthur Rothstein:
"Sudah menjadi sifat kita untuk mengamati dan melihat. … Semakin banyak kita mengamati, semakin banyak yang kita lihat; semakin banyak kita berkeinginan untuk mengamati, semakin banyak yang dapat dilihat, dan semakin banyak hal-hal kecil yang dapat ditemukan dalam segala sesuatu yang dapat kita lihat. Foto bunga daisy yang bagus akan merangsang kita untuk mulai mengamati bunga daisy secara lebih cermat, dan dari pengamatan itu kita akan mengamati segala sesuatu secara lebih cermat …"
Penemuan kamera telah memungkinkan jutaan orang untuk mereproduksi secara akurat pemandangan yang memberi kesenangan kepada mereka – kemampuan yang dulu hanya dimiliki oleh orang-orang yang memiliki ketrampilan teknis menggambar, melukis, atau mematung. Fotografi dalam hal ini telah mendemokratisasikan proses reproduksi itu. Namun, reproduksi saja tidak cukup untuk menciptakan karya seni. Ada hal lain lain yang diperlukan, yaitu kemampuan mengenali apa yang layak direproduksi.
Secanggih apapun teknologinya, kamera tetap hanya sebuah alat mekanis yang tidak memiliki otak sendiri. Kamera hanyalah alat yang membantu fotografer menciptakan karya seni. Fotograferlah yang memilih momen yang tepat untuk ditangkap. Kamera hanya menjadi alat berkreasi bagi mata, mata hati, dan mata pikir fotografer. Foto yang memukau hanya dapat tercipta kalau fotografer mengarahkan kameranya di saat yang tepat, memerhatikan dengan seksama orang atau benda yang difotonya, serta sadar sepenuhnya apa yang tersusun di dalam jendela bidik.
Esensi foto sebagai hasil dari seni melihat dapat diibaratkan dengan sebuah puisi. Keduanya perlu dibaca dengan seksama dan berulang-ulang agar maknanya menjadi jelas. Puisi yang bagus mampu menstimulasi pikiran pembacanya untuk “melihat” hal-hal yang biasa dengan cara baru. Demikian juga dengan foto yang bagus; dia mampu menstimulasi pemerhatinya untuk melihat hal-hal yang biasa dengan cara baru.*)
Sumber:
Finn, David. How to Look at Photographs. (New York: Harry N. Abrams, Inc., 1994)
Wednesday, April 23, 2008
Seni Melihat
Posted by
Eki
at
12:47 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
© Copyrights
Unless otherwise stated, the articles and photos in this blog are the copyright property of Eki Qushay Akhwan. All rights reserved. You may NOT republish any of them in any forms without prior permission in writing from Eki Qushay Akhwan.
Kecuali disebutkan secara khusus, hak cipta atas tulisan dan karya foto di dalam blog ini ada pada Eki Qushay Akhwan. Dilarang mempublikasi ulang artikel dan/atau karya foto di dalam blog ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari Eki Qushay Akhwan.
Unless otherwise stated, the articles and photos in this blog are the copyright property of Eki Qushay Akhwan. All rights reserved. You may NOT republish any of them in any forms without prior permission in writing from Eki Qushay Akhwan.
Kecuali disebutkan secara khusus, hak cipta atas tulisan dan karya foto di dalam blog ini ada pada Eki Qushay Akhwan. Dilarang mempublikasi ulang artikel dan/atau karya foto di dalam blog ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari Eki Qushay Akhwan.
No comments:
Post a Comment